Asal Usul Surabaya | Cerita Rakyat Jawa Timur

Asal Usul Surabaya | Cerita Rakyat Jawa Timur
Asal Usul Surabaya | Cerita Rakyat Jawa Timur

Asal Usul Surabaya | Cerita Rakyat Jawa Timur

BREBES.NET – Asal Usul Surabaya Alkisah dahulu kala, di wilayah utara Jawa Timur, hiduplah buaya raksasa yang ganas. Dia adalah penguasa sungai dan menjadi pemangsa yang sangat ditakuti oleh semua hewan. Buaya itu bernama Baya. Baya terkenal akan kepandaiannya berburu. Tak pernah sekalipun dia gagal dalam urusan menangkap buruan. Rusa adalah binatang kesukaan Baya untuk dijadikan santapan. Selain memburu hewan-hewan di sekitar sungai, Baya juga masuk ke dalam hutan untuk mencari mangsa. Hutan belantara juga merupakan arena perburuannya.

Asal Usul Surabaya | Cerita Rakyat Jawa Timur
Asal Usul Surabaya | Cerita Rakyat Jawa Timur

“ Makan apa hari ini ! Hewan apa yang akan menjadi santapanku ! Mungkin gajah bisa mengganjal perutku lebih lama !” Di tengah lautan yang luas, hiduplah penguasa laut. Dia adalah hiu ganas bernama Sura. Seluruh penghuni laut takut jika bertemu dengannya. Nafsu makan Sura sangat besar, dia selalu merasa kelaparan dan melahap apapun yang ada di depannya. Bertahun-tahun memakan ikan di laut membuat Sura bosan. Hingga suatu hari Sura berenang menyusuri pantai, dan tak sengaja sampai disebuah Muara. Muncul rasa penasaran dibenak Sura.

“ Selama ini aku hanya berburu di laut, aku ingin tahu, ada hewan apa saja di daratan. “ Sura pun pergi menyusuri sungai. Tak lama kemudian Sura melihat gerombolan rusa berada di tepian sungai. “ Hewan berkaki empat. Bagaimana rasanya ? Kebetulan sekali perutku keroncongan, sepertinya mereka bisa memuaskan hasrat laparku. “ Secepat kilat dia berhasil menyambar salah satu rusa.

Sura begitu senang karena telah mendapatkan mangsa yang lezat. Setelah kenyang Sura pun kembali kelautan. Di hari berikutnya Sura masih terngiang-ngiang akan kelezatan daging rusa. “ Ternyata hewan daratan sungguh nikmat. Setiap aku membayangkannya, aku selalu kelaparan.

Aku harus kembali ke sungai itu !” Karena hasratnya sudah tak terbendung lagi, Sura kembali ke sungai untuk mencari mangsa. ” Mumpung aku disini. Aku akan memangsa banyak rusa. Sepertinya akan lebih mudah jika aku masuk ke dalam hutan.” Kini daratan menjadi arena perburuannya. Dalam waktu singkat Sura pun mendapatkan tiga ekor rusa. Dirasa cukup, dia pun bergegas kembali ke sungai.

” Sedang apa kau ? Ini daerah kekuasaanku, beraninya kau memangsa hewan disini !” ‘ Apa kau bilang ? Daerah kekuasaanmu ? Hutan ini begitu luas dan tak ada tanda kau berkuasa disini. Urusanku mau berburu dimana, kau cari saja di tempat lain.” “ Apa kau bilang ? Hewan laut tak seharusnya disini !” Akhirnya mereka pun bertarung. Pertarungan itu berlangsung selama berhari-hari.

Siang dan malam keduanya tetap berkelahi, hingga mengganggu para penghuni hutan. Sampai akhirnya mereka pun kehabisan tenaga. Tak ada yang menang dan tak ada yang kalah. ” Kita sudah bertarung berhari-hari dan tak ada hasil !” “ Lantas apa maumu ?” “ Kita sudahi saja pertarungan ini, lalu kita bagi wilayah perburuan kita.” “ Aku setuju tapi bagaimana caranya ? “ “ Aku punya cara agar adil.

Kita sama-sama tau, air ini di hubungkan oleh muara. Di muara inilah kita akan membuat perjanjian. Bagian sungai adalah wilayahmu dan laut adalah wilayahku. Jangan sampai kau melewati batas itu. Batu ini sebagai wujud perdamaian kita. “ “ Baiklah aku terima dan akan mematuhinya.” Berbulan-bulan setelah perjanjian itu hutan kembali damai. Baya pun merasa tenang karena hewan kesukaannya tak ada lagi yang mengusik. Namun ternyata semua ini adalah tipu muslihat dari Sura. “ Aku yakin, setelah sekian lama aku tak kembali ke daratan.

Baya pasti berpikir, hewan kesukaannya tak ada yang mengusik. Kau tertipu Baya, sekarang saatnya aku melancarkan rencanaku !” Diam-diam Sura berenang menuju muara. Siasat Sura adalah mencari mangsa kemudian membawanya kembali ke laut. Sura merasa senang karena rencananya berhasil. Berkali-kali dia melakukan hal yang sama tanpa ketahuan Baya. Hingga suatu hari Baya merasakan kejanggalan. Dia merasa hewan buruannya semakin berkurang. Baya mempunyai firasat bahwa ini adalah ulah Sura. “ Mungkinkah ini ulah Sura ? Akan tetapi dia sendiri yang menawarkan perjanjian itu. Akanku coba pancing saja, agar tahu siapa pelakunya. Kalau sampai ikan sialan itu, akan ku habisi dia

!” Baya pun menyiapkan rencana, dia sengaja menangkap seekor rusa dan melukai kaki rusa itu agar tidak bisa lari. Kemudian diletakan di pinggir sungai. Lalu Baya pun bersembunyi dibalik batu. Sura yang saat itu sedang berenang di sungai melihat rusa yang tak berdaya, hatinya begitu gembira. “ Beruntung sekali aku hari ini. Aku mendapatkan mangsa yang begitu besar, pasti nikmat sekali. “

“Tak tahu malu kau Sura !” “ Baya rupanya. Jadi rusa ini kau siapkan untukku. Bagus lah ! Aku tak perlu susah-susah lagi untuk berburu. “ “ Kau sungguh rakus Sura ! Apa tak cukup dengan ikan di laut yang begitu banyak. Kau masih saja berburu disini. “ “ Baya jika kau mau, kau bisa saja berburu di laut dan memakan semua ikan-ikan itu, aku tak akan melarangmu !” ” Makan ikan laut ? Tak sudi aku memakan ikan-ikan busuk itu. “ Ya sudah kalo tak mau, yang penting aku sudah menawarkannya. “ Sura dengan entengnya membawa rusa itu di depan Baya.

“ Hei ikan sialan ! Mau kau bawa kemana rusa itu ? “ Ya ke lautlah ! Aku akan memakannya disana ! Baya sudah tak mampu lagi menahan amarahnya. “ Percuma ada perjanjian ! “ ” Dimana ada air, disitu kekuasaanku. Perjanjian itu konyol sekali. Otakmu tak lebih besar dari kacang tanah. Kau mudah sekali ku tipu Baya. “ Baya pun menyerang Sura. Pertarungan hebat pun tak bisa dihindari. Selama pertarungan Sura selalu menghindari terkaman Baya. Amarah Baya semakin memuncak. Ketika Sura lengah, dengan sekuat tenaga Baya menggigit ekor Sura. “ Ahhhhh ekorku….. !! Lepaskan… ! ” Sura pun membalas dengan menggigit ekor Baya.

Keduanya sama-sama kesakitan. Baya pun semakin geram. Baya menggigit ekor Sura dengan sangat kuat tenaga hingga akhirnya putus. Karena merasa kesakitan, Sura pun melepaskan gigitannya. Bekas gigitan Sura membuat ekor Baya pun bengkok.

Sura akhirnya pergi meninggalkan pertarungan dan kabur menuju lautan. Sejak saat itu Sura tak pernah lagi mendekati sungai. Apalagi dengan keadaannya sekarang yang tak memiliki ekor, dia sudah tak selincah dulu. Pertarungan dahsyat Sura dan Baya itu akhirnya dijadikan nama daerah di Jawa Timur, yaitu Surabaya.