Asal Usul Kota Bandung | Cerita Rakyat Jawa Barat

Asal Usul Kota Bandung

Asal Usul Kota Bandung | Cerita Rakyat Jawa Barat
Asal Usul Kota Bandung | Cerita Rakyat Jawa Barat

Asal Usul Kota Bandung | Cerita Rakyat Jawa Barat

BREBES.NET – Asal Usul Kota Bandung Dahulu kala hiduplah seseorang yang sakti mandraguna bernama Mpu Wisesa. Mpu Wisesa memiliki seorang putri nan cantik jelita bernama Sekar. Selain seorang putri, Mpu Wisesa juga memiliki dua orang murid yang bernama Wira dan Jaka.

Beberapa tahun sebelumnya, saat Mpu Wisesa masih muda Gunung Tangkuban Perahu Meletus. Lahar panas gunung itu membabi buta menerjang desa-desa di sekitarnya, sehingga menimbulkan banyak korban jiwa. Pada saat Mpu Wisesa mendatangi salah satu desa yang baru saja di terjang lahar panas, dia menemukan 2 bayi terlantar. Karena kedua orang tua dari bayi itu tewas akibat letusan Gunung Tangkuban Perahu.

Asal Usul Kota Bandung | Cerita Rakyat Jawa Barat
Asal Usul Kota Bandung | Cerita Rakyat Jawa Barat

Mpu Wisesa kemudian membawa pulang kedua bayi itu dan memberi nama Wira dan Jaka. Setelah letusan itu, sebenarnya lahar panas Gunung Tangkuban Prahu masih terus menyala. Mpu Wisesa merawat Wira dan Jaka hingga dewasa dan mengajarkan berbagai macam ilmu kepada keduanya. Tak hanya ilmu kanuragan, Mpu Wisesa juga mengajarkan ilmu tentang kearifan hidup. Wira termasuk orang yang rajin, meski tanpa pengawasan sang guru, dia tetap berlatih dengan tekun dan penuh semangat.

Sebaliknya dengan Jaka, dia lebih suka bermalas-malasan ketika sang guru pergi. Setiap hari Jaka berusaha mendekati Sekar, berbagai cara dia lakukan untuk mendapat perhatian gadis itu. Bagi sekar yang dilakukan Jaka malah menggangu pekerjaannya. Sekar hanya menganggap Jaka sebagai seorang kakak yang jahil kepada adiknya. Namun lain halnya ketika Wira membantu Sekar. Nampak sumringah terpancar di wajahnya.

Menandakan jika Sekar menyukai Wira. Begitupun sebaliknya, hal yang sama juga di rasakan Wira. Hingga suatu hari. “ Ada apa gerangan muridku, malam-malam begini menemuiku ! Sepertinya ada hal penting yang ingin engkau sampaikan? “ “ Benar sekali Mpu, sebenarnya saya… Saya… !” “ Tenanglah Jaka, sampaikan dengan jelas maksudmu itu !” “ Saya… Saya ingin melamar adinda Sekar.

Semoga Mpu tidak keberatan dengan permintaan saya ini. “ “ Hem… Baiklah, Kamu dan Sekar sudah sama-sama dewasa, memang sudah saatnya kalian untuk mengarungi rumah tangga. Akan kusampaikan lamaran ini kepada sekar. “ Esok harinya Mpu Wisesa menemui sang Putri. “ Sekar, semalam Jaka menemuiku. “ “ Lantas apa tujuannya menemui ayah ?” “ Putriku, kau ini sudah dewasa. Sudah saatnya kau memiliki seseorang yang bisa menjagamu.” “ Maksud ayah ? Bukankah selama ini ayah selalu menjagaku. “ “ Semalam Jaka berkata bahwa dia ingin melamarmu. “ “ Apa ? Kakang Jaka melamarku ? “

“ Iya Sekar. Dia sangat serius ingin menikahmu .” “Aku hanya mau menikah dengan kakang Wira, menurutku hanya dia yang bisa menjagaku selain ayah. “ “ Tapi Sekar, ayah sudah menyetujui lamaran Jaka !” “ Tidak ayah, sungguh aku tak ingin menikah dengan Jaka ! Kenapa ayah tidak bertanya padaku lebih dulu. “ Mendengar jawaban putri semata wayangnya, Mpu Wisesa menjadi gundah. Hingga pada suatu hari saat Mpu Wisesa keluar untuk berjalan-jalan. Tak sengaja dia melihat dari kejauhan lahar Gunung Tangkuban Perahu yang masih menyala. Lahar itu ternyata masih memberikan ancaman bagi daerah sekitarnya. Melihat hal itu Mpu Wisesa seakan mendapatkan ide untuk masalahnya. Esok hari Mpu Wisesa memanggil Wira Dan Jaka.

“ Hari ini aku mengumpulkan kalian disini, karena aku mendengar kalian berdua menyukai anakku. “ “ Guru, seperti yang sudah saya katakan kemarin, saya benar-benar ingin menikahi Sekar. Wira, ternyata selama ini kau juga menyukai Sekar ? ” “ Jika dikatakan suka, iya aku tak bisa menampiknya kakang Jaka. Adinda Sekar sosok yang cantik dan kita sudah lama hidup bersama. Aku terkejut kalau kakang sudah melamar Sekar.

Hal ini sebenarnya belum ingin saya ungkapkan guru !” “ Dari jawaban kalian berdua aku sudah paham. Sekarpun juga telah saatnya menikah. Untuk itu dengarlah dan jangan membantahku. Kalian lihat lahar Gunung Tangkuban Perahu itu ! Siapa yang mampu memadamkannya maka akan ku nikahkan dengan Sekar. “ “ Hahh… Memadamkan lahar !” “ Iya… Itu syarat yang harus kalian penuhi, sekaligus menguji ilmu yang telah ku ajarkan. “ Beberapa hari setelah mendengar sayembara tersebut Jaka berpikir bagaimana menyelesaikannya. “ Syarat tak masuk akal, hanya untuk menikahi anaknya harus memadamkan lahar. Orang sesakti apapun pasti tak akan mampu.

“ Jaka kemudian menemui Mpu Wisesa, dia berpamitan untuk mengembara mencari cara memenangkan sayembara. Sang guru mengizinkannya karena memang memadamkan lahar Gunung Tangkuban Prahu tak semudah membalikan telapak tangan. Namun itu semua hanya sebagai alasan Jaka. Dia telah menyerah, nyatanya kini Jaka justru menjadi pemuda brengsek dan melupakan sayembara yang diberikan gurunya. Sedangkan Wira berpikir keras untuk memecahkan sayembara tersebut. “ Lahar ini api yang menyala-nyala, api bisa di padamkan dengan air.

“ Setahun berlalu, Wira mencari sumber air dalam jumlah besar untuk memadamkan lahar Gunung Tangkuban Perahu. Hingga akhirnya dia melihat sungai Citarum dari kejauhan, sedangkan lahar Gunung Tangkuban Perahu berada di sebuah cekungan yang lebih rendah. “ Bagaimana caranya aku menindahkan air ini. “ Wira kemudian berjalan menyusuri sungai Citarum, mencari jalan keluar.

Tanpa sengaja dirinya melihat berang-berang sedang membuat bendungan dari ranting-ranting pohon. Dari situlah Wira mendapatkan ide untuk menyelesaikan sayembara tersebut. Dengan cara membendung sungai Citarum. Sebelum melancarkan idenya, dengan penuh perhitungan Wira mengungsikan penduduk sekitar ke tempat yang lebih aman.

Cepat…Cepat… Sini…Sini kearah sini ! Terlalu berbahaya didaerah sini. ! Dia tidak ingin ada korban jiwa yang disebabkan oleh aksinya nanti. Berbekal kesaktian yang diperoleh dari Mpu Wisesa, Wira meruntuhkan bukit dan bebatuan di dekat Sungai Citarum. Reruntuhan itu membendung sungai. Sehingga air Sungai Citarumpun meluap. Kemudian masuk ke cekungan tempat lahar Gunung Tangkuban Prahu. Cekungan itupun berubah menjadi danau yang sangat luas, danau itu kemudian disebut dengan nama Danau bendung, karena berasal dari sungai Citarum yang dibendung. Sesuai dengan sayembara, Mpu Wisesa akhirnya menikahkan Wira dengan Sekar.

Pernikahan itu di gelar dengan meriah, semua penduduk hadir dalam acara tersebut. Beberapa tahun kemudian Danau Bendung airnya semakin surut hingga mengering. Bekas danau luas yang mengering berubah menjadi lahan yang sangat subur.

Wira dan Sekar pindah ke tempat itu. Mereka bercocok tanam dan mendapatkan hasil yang melimpah. Tak hanya mereka berdua. Banyak warga dan pendatang tertarik untuk tinggal dan menetap di tempat tersebut. Akhirnya Wira pun di angkat menjadi pemimpin daerah bekas Danau Bendung tersebut. Wilayah itu kini dikenal sebagai Kota Bandung.