Asal Usul Kota Kudus: Kisah Perjuangan Sunan Kudus

Asal Usul Kota Kudus: Kisah Perjuangan Sunan Kudus
Asal Usul Kota Kudus: Kisah Perjuangan Sunan Kudus

Asal Usul Kota Kudus: Kisah Perjuangan Sunan Kudus

BREBES.NET – Asal Usul Kota Kudus Dahulu hiduplah seorang pedagang muslim yang berasal dari negeri Cina bernama Tee Ling Sing, biasa dipanggil dengan Kyai Telingsing. Dia bermukim disebuah daerah bernama Tajug, dinamakan Tajug karena terdapat banyak tempat ibadah untuk umat hindu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat Tajug biasa bekerja sebagai petani, pembuat batu bata, nelayan, dan pedagang. Selain berdakwah dan berdagang Kyai Telingsing juga mengembangkan seni ukir dengan motif Dinasti Sung.

Asal Usul Kota Kudus: Kisah Perjuangan Sunan Kudus
Asal Usul Kota Kudus: Kisah Perjuangan Sunan Kudus

Yang kemudian dikenal dengan Gaya Sung Ging. Gaya Sung Ging ini terkenal akan kehalusan dan keindahan. Karena hal itu lah banyak orang yang tertarik dengan gaya ukir Sungging ini, desa itupun kemudian dikenal dengan nama Sunggingan. Berjalannya waktu Sunggingan semakin berkembang, hal ini memikat perhatian Kesultanan Demak, hingga suatu hari diutuslah seorang ulama besar yang bernama Syekh Jafar Shodiq.

Bersama dengan para santrinya beliau berangkat menuju Tajug untuk menyebarkan agama Islam. Tugas untuk menyebarkan ajaran islam kala itu tidaklah mudah, beliau harus menghadapi orang-orang yang kental dan berpegang teguh dengan agama yang terlebih dahulu telah dianut oleh warga.

Syekh Jafar Shodiq mencari cara bagaimana agar islam dapat diterima dengan baik, halus dan tanpa paksaan. Di dalam dakwahnya Syeh Jafar Shodiq bersama para santri berbaur dengan masyarakat, seperti bertani, berdagang serta pendekatan melalui seni dan budaya. Pada suatu hari Syeh Jafar Shodiq membeli seekor sapi dan didatangkan langsung dari India. Sapi itu dibawa oleh pedagang asing menggunakan kapal besar.

Kemudian sapi itu ditambatkan di halaman depan rumah Syekh Jafar. Hewan Sapi dalam agama hindu merupakan hewan suci, menyakiti sapi merupakan perbuatan dosa besar apalagi membunuhnya. Sehingga dalam waktu singkat rumah Syekh Jafar Shodiq dipenuhi warga, Karena penasaran apa yang dilakukannya pada sapi itu. “ Sedulur-sedulur yang saya hormati. Saya melarang saudara-saudara menyakiti bahkan menyembelih sapi ! Sebab di waktu kecil, saya hampir mati kehausan, lalu seekor sapi datang menyusui saya ! ” Penduduk yang umumnya beragama Hindu terpesona atas kisah itu.

Syekh Jafar Shodiq melanjutkan, diantara surah-surah Alquran ada surat yang dinamakan surah Sapi Betina (Al-Baqarah). Masyarakat semakin tertarik, bisa ada kisah tentang sapi di dalam kitab suci. Mereka menjadi ingin tahu lebih banyak dan untuk itulah mereka sering-sering datang mendengarkan ceramah dari Syekh Jafar Shodiq. Masyarakat Tajug senang dengan kehadiran Syekh Jafar Shodiq yang ramah dan senang membantu sesama.

Berkat kesabaran, keramahan dan kewibawaanya, dalam waktu singkat masyakat Tajug sebagian telah memeluk agama islam. Selain itu banyak orang-orang berpengaruh diluar maupun didalam wilayah Tajug berkunjung menemui Jafar Shodiq. Kebiasaan beliau setelah ada tamu yang datang selalu memberi cinderamata untuk menjadi kenang-kenangan.

Mengetahui di daerah Tajug ada seorang ahli ukir, Jafar Shodiq memerintahkan santrinya untuk menemui dan meminta dibuatkan ukiran untuk dijadikan cinderamata bagi orang-orang yang datang menemuinya. “ Pergilah temui Kyai Telingsing di desa Sunggingan, minta beliau untuk membuatkanku cinderamata.

Nantinya akanku berikan kepada siapapun yang datang kemari ! “ Esok harinya berangkatlah murid Jafar Shodiq menemui Kyai Telingsing. “ Assalamu’alaikum…!” “ Assalamu’alaikum…!” “ Wa’alaikumsalam..!” “ Apakah benar ini padepokan Kyai Telingsing ?” “ Benar kisanak, dengan saya sendiri. Mari silahkan masuk ! “ Kyai Telingsing menyambut baik murid Syekh Jafar Shodiq dan mempersilahkan untuk duduk. “ Mohon maaf, bolehkah saya tau siapa kisanak ? Dan ada keperluan apa mencari saya ? “ “ Baik Kyai, saya adalah murid dari Syekh Jafar Shodiq.

Jadi tujuan saya kemari adalah untuk memesan cinderamata berukir. Karena karya Kyai sudah terkenal sangat berkualitas dan bagus.” “ Alhamdulillah Kisanak, baiklah saya akan membuatkannya. Kembalilah dua atau tiga hari lagi untuk mengambilnya ! “ “ Terima kasih Kyai, kalau begitu saya pamit undur diri. “ Pulanglah sang murid ke kediaman Syeh Jafar Shodiq, serta menyampaikan hal itu kepada gurunya.

Mendengar Kyai Telingsing mau membuatkan untuknya, Syeh Jafar begitu gembira. Hari pun berlalu, sesuai dengan yang sudah dijanjikan, murid Syekh Jafar Shodiq berangkat menemui Kyai Telingsing untuk mengambil cinderamata itu. “ Sudahku persiapkan kisanak, bawalah tiga bungkusan ini dengan hati-hati !” “ Baiklah Kyai, sungguh kami sangat berterima kasih atas kesediaan Kyai untuk membuatkan cinderamata ini. Kami mohon undur diri. “ “ Iya, sampaikan salam hormatku untuk Syekh Jafar Shodiq !”

“ Baik Kyai akan saya sampaikan. Assalamu’alaikum. “ “ Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. “ Para murid Syekh Jafar pulang membawa cinderamata yang dibungkus kain itu dengan hati-hati sesuai pesan Kyai Telingsing. Sesampainya di pendopo, mereka meletakan cinderamata itu berjejer di hadapan Syekh Jafar Shodiq. “ Buka kain itu, Aku ingin melihatnya !” “ Lohh… Kenapa hanya kendi biasa. Kalian tak salah memesannya kan ? “ “ Maaf guru.

Kami sudah memesan sesuai dengan amanat dari guru. “ “ Apa mungkin Kyai Telingsing salah atau lupa ?” “ Saya kurang tau, Ketika kami sampai cindera mata ini sudah di bungkus kain. Bahkan saat kami akan membawanya sang kyai berpesan untuk berhati-hati. “ “ Oh… Mungkin sang Kyai lupa, tapi tak apa. Ini sepertinya sudah cukup.

“ Ketika Syekh Jafar Shodiq tengah memeriksa kendi-kendi itu. Tak sengaja sikunya mengenai kendi hingga membuat kendi itu terjatuh dan pecah. “ Masya Allah … Sungguh luar biasa ! Ternyata ukiran tersebut ada di dalam kendi. Sungguh Kyai Telingsing bukan orang sembarangan. “ Para santri berkerumun melihat pecahan kendi itu, mereka terkagum dengan hasil karya Kyai Telingsing. Didalam kendi itu terdapat ukiran yang begitu indah dan bertuliskan lafadz syahadat.

Melihat hasil karya tersebut Syekh Jafar sangat ingin bertemu dengan Kyai Telingsing. Pesanan cinderamata berikutnya beliau sendiri yang akan berangkat. Hingga suatu hari datanglah kesempatan itu, Syekh Jafar Shodiq berangkat menemui Kyai Telingsing “Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakatuh!” “ Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Mari silahkan masuk !” Silahkan, silahkan masuk !” Kyai telingsing menyambut hangat kedatangan Syeh Jafar Shodiq. “ Tak kusangka aku kedatangan tamu seorang ulama besar dan panglima terhormat dari Kesultanan demak. Perkenalkan saya Tee Ling Sing.

Atau orang memanggil saya Telingsing.” “ Saya hanya seorang pengelana dari luar Kyai ! Itu semua hanya gelar, kita semua sama di hadapanNYA. Saya Jafar Shodiq, yang beberapa waktu lalu memesan kendi berukir kepada kyai. “ “ Oh… pesanan cinderamata itu ya, maaf tuan jika hasil karya saya tak sesuai dengan apa yang tuan harapkan. “ “ Tentu tidak kyai, justru saya sangat kagum dengan hasil karya tersebut.

Itu sungguh karya seni yang indah Kyai !” “ Alhamdulillah.. Tuan Jafar. Begitulah cara saya mensyiarkan agama islam selama ini. “ “ Sebenarnya maksud kedatangan saya kesini, untuk berguru mengenai seni ukir sekaligus memperdalam ilmu agama saya !” “ Jika Syekh Jafar ingin memperdalam ilmu agama, mungkin kurang tepat.

Justru sebaliknya saya yang akan saya yang akan banyak belajar dari Syekh Jafar. Akan tetapi untuk seni ukir dengan senang hati saya akan mengajarinya. “ Pertemuan dua ulama besar dan memiliki tujuan yang sama untuk mensyiarkan agama islam, menjadi tanda bahwa kelak daerah Tajug akan menjadi pusat agama islam. Keduanya pun sering bertemu dan membahas tentang cara syiar yang tak memaksa, baik dan halus.

Berjalannya waktu, semakin banyak masyarakat yang mendengarkan dan memperdalam agama islam. Karena semakin banyak orang yang belajar islam dan semakin banyak warga yang paham dengan agama islam. Banyak orang sadar untuk menjalankan rukun islam yaitu melaksankan ibadah haji.

Dengan keahlian dan ilmu agama yang menonjol dari pada orang lain, Syekh Jafar mendapatkan tugas sebagai pemimpin jamaah haji. Sehingga beliau mendapatkan gelar Amirull Hajj, yang memiliki arti orang yang menguasai urusan ibadah dan jamaah haji. Karena beliau sering memimpin jamaah haji dan leluhurnya juga merupakan seorang sayyid dari Palestina maka Syekh Jafar sering melakukan perjalanan ke tanah suci.

Bahkan beliau pernah menetap di Baitul Maqdis. Untuk memperdalam ilmu agama. Hingga pada suatu hari terjadi sebuah wabah penyakit yang mematikan dan membunuh banyak orang di Palestina. Berkat usaha Syekh Jafar Shodiq, wabah tersebut dapat teratasi. Kemudian untuk menghormati jasa beliau.

Amir Palestina saat itu memberikan hadiah berupa ijazah Wilayah, yaitu memberikan wewenang menguasai suatu daerah di Palestina. Pemberian wewenang tersebut tertulis pada batu yang ditulis menggunakan Arab kuno. Syeh Jafar tidak mau menerima wewenang ini, bukan ingin membantah, akan tetapi karena beliau memang tidak punya pamrih dan ingin membantu dengan tulus.

Jadi pada saat itu Syeh Jafar lebih memilih untuk mengamalkan ilmunya di tanah Jawa. Permintaan itu beliau sampaikan kepada Amir palestina, melihat tekat serta keinginan mulianya, permohonan itu pun akhirnya disetujui. Kemudian Syekh Jafar Shodiq pulang ke tanah jawa, dengan keterampilan seni yang di pelajari dari Kyai Telingsing, Syeh Jafar Shodiq mendirikan sebuah masjid yang memiliki arsitektur seperti tempat ibadah umat Hindu.

Syekh Jafar Shodiq mempertimbangkan perpaduan antara budaya Hindu dan Islam agar warga sekitar tak merasa asing dan terkejut ketika melihat bangunan masjid. Semula masjid itu diberi nama Al-Mannar atau masjid Al- Aqsho, penamaan masjid itu terinpirasi dari masjid yang berada di Yerusalem yaitu Masjidil Aqsho. Syekh Jafar Shodiq juga membangun sebuah pesantren di sekitar masjid. Di pesantren itulah Syekh Jafar Shodiq lebih dalam menyampaikan ajaran islam pada santri-santrinya.

Beliau juga mengajari murid-muridnya mengaji. Berjalannya waktu, berkembanglah desa itu. semakin banyak orang dari daerah lain yang berniat belajar mengaji dan mencari kehidupan baru dengan bertani, berdagang, dan menjadi ahli ukir. Semakin lama desa itu menjadi sebuah kota yang awalnya bernama Al-Quds, nama itu diambil dari wilayah di Palestina.

Kemudian seiring waktu berubah menjadi Kota Kudus. Syekh Jafar Shodiq adalah salah satu dari wali songo yang dikenal dengan nama Sunan Kudus. Sedangkan menara yang dibangun Sunan Kudus biasa disebut menara Masjid Kudus, dipuncak menara itu tersimpan batu ijazah dari Palestina.