Garis Takdir Dinding Pesantren Part 5

Garis Takdir Dinding Pesantren Part 5

Garis Takdir Dinding Pesantren Part 5

Garis Takdir Dinding Pesantren Part 5

“Maaf hadihnya tidak seberapa” ucapnya dengan pandangan terus ke bahwa
“Bukan dilihat dari harganya tapi dari orang yang memberikan, ini sangat berharga” jawabku dengan senyuman. Entah kenapa hatiku merasa sangat bahagia mendapatkan benda sederhana ini.
“Saya menemukan tasbih ini saat sedang mencari cadar, karena lucu saya ambil sepasang untuk saya dan kamu” ucapnya sambil mengelurkan tasbih yang berwarna biru dari tasnya
Aku tersenyum mendengarnya
Flashback Of
Gus Fahri tersadar akan lamunannya dan segera memberisihkan tubuhnya. Setelah beberapa saat Gus Fahri turun menuju ruang makan.
“Ayo Gus dimakan, makan yang banyak” ucap Umi Fatimah mengelus kepala anaknya
“Nggih Umi” jawab Gus Fahri melanjutkan makannya. Semua hening saat menyantap makananya.
Terdengar suara dari luar “Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh.” salam dari luar. Umi Fatimah pun keluar menemui orang tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah suaminya Abi Hasan.
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabaraktuh, Abi.” menyalami suaminya.
“Umi punya kejutan untuk Abi.” tutur Umi Fatimah tersenyum lebar.
“Apa Umi.” tanya Abi Hasan.
“Ayo masuk Bi.” ucap Umi Fatimah menggandeng tangan suaminya menuju ruang makan.
Saat memasuki ruang makan alangkah terkejutnya Abi Hasan mendapati putra sulungnya sudah pulang dari Yaman. Gus Fahri bergegas menghampiri Abi Hasan dan menyalaminya.
“Assalamualaikum Abi.” ucap Gus Fahri haru menyalami abinya dengan penuh khidmat.
“Wa’alaikumsalam Nak.” ucap Abi Hasan langsung memeluk putra sulungnya.
“Bukannya Gus pulangnya besok?” tanya Abi Hasan heran.
“Fahri sengaja majuin, soalnya kangen sama Umi, Abi dan Adik fahri” tutur Gus Fahri.
Mereka melanjutkan ngobrolnya di ruang keluarga.
*•*
*•*
“Sial bagaiaman bisa mereka tau kalau Gue kabur dari pesantren.” gerutu Kayana memberisihkan halaman belakang pesantren.
“Mana halamanya luas banget.” sambung Kayana sambil terus membersihkan halaman. “Lelah banget, laper, sakit.” Kayana berjalan ke tepi halaman untuk istirahat.
Flashback On
Tiba-tiba ada mobil berhenti tepat di samping Kayana. Orang dalam mobil pun keluar. Alangkah terkejutnya Kayana melihat orang yang keluar dari mobil tersebut.
“Ustadzah Nadia, Ustadzah Linda” ucap Kayana syok. Saat hendak mau lari, tangan Kayana lebih dulu dicekal oleh 2 Ustadzah keamanan.
“Mau lari kemana, ayo ikut!” Kedua Ustadzah tersebut menyeret paksa Kayana untuk masuk ke dalam mobil.
“Kayana sudah berapa kali kamu kabur dari pesantren?” tanya Ustadzah Nadia.
“Apa tidak kapok dengan hukuman yang kemarin?” sambung Ustadzah Linda.
Sebelum Kayana kabur dia sudah di hukum untuk memberisihkan seluruh kamar mandi asrama putri karena ketauan kabur dari pesantren.
“Apa kamu tidak capek kena hukuman?” tanya Ustadzah Nadia lagi.
Kayana hanya diam mendengar kedua Ustadzah yang menurutnya sangat menyebalkan.
“Menyebalkan.” gerutu Kayana dalam hati dengan bola matanya malas.
Mereka pun memasuki daerah pesantren.
“Ke tempat ini lagi, lama-lama Gue bisa gila kalau terus di sini.” gerutu Kayana dalam hati.
“Ayo keluar, ikut Ustadzah keruangan!” ucap Ustadzah Nadia.
Sesampai di ruangan, Kayana habis di ceramahi oleh Ustadzah Nadia.
“Sebagai hukumannya kamu bersihkan halaman belakang pesantren!” tegas Ustadzah Nadia.
“Sekarang kamu boleh melakukan hukumanmu.” lanjutnya.
Flashback Of
“Perih banget cuk, kaki Gue.” pekiknya sambil mengibaskan tangannya ke arah luka pada lututnya.
“Kapan penderitaan Gue berakhir.” rengeknya. Tanpa ia sadari ada sosok yang memperhatikannya.
Setelah beberapa menit kemudian akhirnya halaman yang tadinya kotor sudah bersih. Kayana pun segera pergi ke asrama. Tanpa ucap salam Kayana nyolonong masuk.
“Salam dulu.” tegur Syifa yang melihat sahabatnya itu masuk tanpa salam. kayana menghiraukan teguran dari sahabatnya itu dan langsung duduk.
“Kamu kabur lagi Na?” tanya Syifa dengan dengan helaan nafas berat.
“Iya” jawab Kayana singkat.
“Na, apa kamu tidak kapok di hukum terus sama Ustadzah Nadia? Aku sendiri yang lihat kamu dihukum sudah merasa capek loh.” tutur Syifa sedikit geram dengan kelakuan sahabatnya ini.
“Lo ga tau perasaan Gue, bagaiman tertekannya Gue berada di tempat ini, lama-lama Gue bisa gila kalau di sini.” ucap Kayana frustasi sambil mengacak hijab yang ia kenakan.
“Aku tau, aku memahami apa yang kamu rasakan, dan aku juga pernah berada di posisi kamu. Merasa lelah, capek, tidak nyaman. Tapi kalau kita melakukannya dengan hati yang ikhlas semua terasa ringan.” nasihat Syifa kepada Kayana.
“Berat Syif. Gue gak bisa. Gue ingin pulang. Gue gak betah di sini” ucap Kayana frustasi.
“Itu karena kamu belum ikhlas.” tutur Syifa dengan sabar.
“Gimana caranya coba, sementara hati gue gak berada di sini. Sulit Syif.” ucap Kayana.
“Lakukan semuanya karena Allah, insyaAllah semua akan terasa ringan.” ucap Syifa menasehati.
“Na, hidup di dunia hanya sementara dan akhirat selamanya. Kalau bukan karena diri sendiri maka lakukan semuanya untuk orang tuamu. Orang tua sudah lelah di dunia dengan mencari rezeki buat anaknya. Jangan buat mereka merasakan lelah lagi ketika di akhirat. Setidaknya kalau belum bisa membahagiakan orang tua di dunia, maka buatlah mereka bahagia di akhirat kelak.” sambung Syifa.
Kayana termenung mendengar ucapan sahabatnya yang baru beberapa minggu dia temui. Perlahan air mata Kayana jatuh membasahi pipinya. Kayana teringat ayahnya yang berjuang memberikan Kayana kebahagiaan, apa yang Kayana mau selalu di turuti. Entah kenapa hatinya merasa terketuk mendengar nasihat yang di sampaikan sahabatnya itu. Kayana pun langsung memeluk Syifa.
“Lo bener Syif, seharunya sekarang gue balas semua kasih sayang dan kabaikan orang tua Gue. Gue gak mau buat mereka merasakan lelah lagi” ucapan Kayana terhenti,
Hening…
Dengan helaan nafas Kayana meneruskan ucapannya,
“Syif, bantu Gue untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.” Sambung Kayana sunguh-sungguh.
Syifa mendengar ucapan dari sahabatnya merasa sangat terharu dan bahagia.
“InsyaAllah aku akan bantu, kita sama-sama jalan menuju surganya Allah.” ucap Syifa menangis terharu dalam pelukan sahabatnya itu.
Bersambung…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *